Senin, 27 Oktober 2014

KERINDUAN


Suatu ketika para sahabat sedang duduk di sekeliling Rasulullah saw. Namun mereka tidak mengerti mengapa kali ini beliau tampak tertekan..Sudah sejak tadi tak sepatah kata pun yang keluar dari mulut beliau. Akhirnya seorang sahabat memberanikan diri untuk bertanya.
     "Ada apa, wahai Rasulullah? Kami semua sedih melihat keadaanmu yang seperti ini"
     Rasulullah menegakkan duduknya, mata beliau basah.
     "Hari ini aku sedang sangat merindukan saudara-saudaraku".
     "Tetapi, bukankah kami ini saudara-saudaramu juga ya, Rasulullah?" ujar seorang sahabat tak mengerti.
Rasulullah mengangguk.
     "Kalian memang saudaraku. Segala suka dan duka kita bagi bersama. Setiap masalah kita rundingkan bersama. Segala halangan kita hadapi bersama. Namun keindahan ini tak akan terjadi atas saudara-saudaraku kelak".
     "Siapakah mereka ya, Rasulullah?"
     Rasulullah  berkata khidmat, 
     "Merekalah umat Islam yang lahir dan hadir di permukaan bumi ini jauh setela dan merindukan kepergianku. Mereka tak pernah mengenal siapa aku. Hanya lewat bibir para ulama lah mereka sedikit-sedikit memahami diriku sebagai Rasul mereka. Tapi mereka dengan patuh menanamkan rasa cintanya terhadapku. Mereka bangun, mereka tidur, mereka makan, mereka mandi, berpakaian bahkan berbicara dengan tak pernah mengabaikan cara-cara yang aku lakukan saat ini".
     Rasulullah seolah menarik napas panjang sebelum berkata lagi.
     "Wahai sahabat-sahabatku. betapa suci hati mereka,betapa tinggi kesetiaan mereka saat menyebut kalimat syahadat yang dua, yakni mencintaiku setelah mencintai Allah pencipta mereka. Inilah yang membuat aku rindu. Rindu yang parah sekali. Hatiku amat haru membayangkan kepatuhan yang tanpa pamrih seperti itu".
     Kata-kata terakhir yang diucapkan Rasulullah dengan tersendat-sendat itu akhirnya hilang ditelan tangis. Semua yang hadir pun ikut menangis dan merindukan saudara-saudara mereka yang tak akan pernah mereka temui kecuali di akhirat nanti.

{Disalin kembali dari buku "Kisah-kisah tak terlupakan" oleh Rumah Pensil Publisher}


Jumat, 24 Oktober 2014

Mengetahui Aib Diri

Rasulullah saw bersabda, "Jika Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Ia akan memperlihatkan aib orang tersebut kepada dirinya sendiri".

Jika engkau tidak menjumpai orang saleh sebagai pengawas, maka dengarkanlah ucapan orang-orang yang dengki. Jangan acuhkan dirinya, biarkan ia mencari-cari keburukan dirimu dan ambillah manfaat darinya. Jangan salahkan dia, salahkan dirimu atas segala macam aib yang dinisbahkannya kepadamu. Jangan marah saaat ada orang yang memberitahukan kejelekan-kejelekanmu.

Aib itu laksana ular dan kalajengking berbisa yang menyengatmu di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang memperingatkanmu bahwa ada ular di bajumu dan akan menyengatmu, maka terimalah peringatan itu sebagai karunia. Namun jika engkau marah, maka itu manandakan kelemahan imanmu kepada hari akhirat. Sebaliknya jika engkau memanfaatkannya (untuk memperbaiki diri), maka itu menandakan kekuatan imanmu.

Ketahuilah bahwa pandangan kebencian dapat melahirkan kebusukan. Kekuatan iman dapat memberimu manfaat dengan cara memanfaatkan celaan dan penghinaannya untuk memperbaiki diri.

{sumber: Ihya' 'Ulumuddin, Imam Al-Ghazali}

Rabu, 15 Januari 2014

Hellouuww...??

Ada "pemandangan" yang sering membuat saya gundah. Seorang anak sedang duduk di dekat bundanya, sementara bundanya sedang "asyik" curhat dengan kawannya. Isi curhatnya kira-kira begini:
         "Aduh, anakku itu susah sekali dikasitau!"
         "Anakku itu buandel buanget, jeng. Pusing aku!" 
         "Aku stres ngadepin si kecil! Gak doyan makan!"
Ditambah ekspresi wajah yang depresi dan suara berat, dengan "semangat" bundanya menggambarkan setiap keluhan dengan rinci. Durasinya pun biasanya tidak bisa sebentar. Anak di sampingnya? Menjadi "penonton dan pendengar" yang baik.
       
Helllouuw...??